Dwangsom
diartikan sebagai tuntutan uang paksa atau hukuman tambahan bagi
Tergugat agar menjalankan prestasinya dengan sukarela. Dwangsom dalam
tatanan hukum nasional diatur dalam Pasal 606 a dan 606 b Rv, dan dalam
HIR dan RBg dwangsom tidak diatur secara rinci. Putusan hakim yang
sia-sia (illusoir) sebenarnya bukan permasalah baru di lingkungan
Pengadilan. Putusan hakim seperti ini ibarat air garam di dalam gelas,
sulit untuk dilihat tetapi dapat dirasakan keberadaanya. Dwangsom
sebagai upaya menekan secara kejiwaan agar Tergugat menjalankan isi
putusan dengan sukarela sehingga tidak menjadikan putusan hakim menjadi
illusoir, nampaknya sering dan banyak dijumpai dalam perkara perdata di
Pengadilan Umum. Perkara cerai gugat sebagai kewenangan absolut
Pengadilan Agama, membuka ruang untuk menerapkan dwangsom dalam gugatan
sebagai strategi menekan Tergugat agar menjalankan kewajibannya dan
memenuhi hak-hak Penggugat. Namun dalam praktiknya, dwangsom dalam
Pengadilan Agama tidak sepopuler dwangsom dalam Pengadilan Umum,
sehingga penerapan dan prosedurnya di Pengadilan Agama-pun khususnya
Pengadilan Agama Sleman belum pernah mempraktikannya.
Dwangsom sebagai upaya meminimalisir putusan illusoir, serta bagaimana penerapan dan prosedurnya dalam perkara cerai gugat di Pengailan Agama Sleman, merupakan pokok permasalahan yang Penyusun angkat dalam penelitian ini. Jenis penelitian ini adalah library research, metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif. Kemudian menganalisis data yang terkumpul dengan cara deduktif serta menggunakkan pendekatan Maqasid as-syari'ah. Pemilihan Maqasid asy-Syari'ah ini untuk memahami unsur-unsur hukum positif khususnya hukum perdata formil dan materiil dari segi maslahah.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan dalam perkara cerai gugat di Pengadilan Agama diperbolehkan untuk menerapkan Dwangsom dengan mempertimbangkan kemaslahatan, artinya bila hakim memahami indikasi bahwa Tergugat kemungkinan besar akan melalaikan kewajibannya dalam memenuhi hak-hak Penggugat, maka seyogyanya dan ada baiknya menerapkan dwangsom dalam gugatan dan putusan hakim, lebih-lebih apabila penerapan tersebut dengan tujuan kemaslahatan. Memahami indikasi-indikasi di atas dapat hakim peroleh dari proses mediasi dan pemeriksaan perkara di persidangan. Namun demikian, dwangsom dalam perkara cerai gugat hanya dapat diterapkan dalam perkara cerai gugat yang sifat gugatannya kumulatif, dan satu hal yang harus diperhatikan bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1346k / Pdt / 1991 dengan kaidah hukum bahwa putusan atau amar mengenai dwangsom atau uang paksa harus ditiadakan oleh pelaksanaan eksekusi dapat dilaksanakan secra eksekusi riil, dengan demikian dwangsom tidak dapat dijatuhkan bersamaan dengan pembayaran sejumlah uang,karena dalam penyerahan sejumlah uang dapat dilakukan dengan eksekusi riil atau sita jaminan. Prosedur dan penerapan serta eksekusi dwangsom dalam Pengadilan Agama Sleman sama halnya dengan prosedur dwangsom di lingkungan Pengadilam Umum, karena pada dasarnya hukum acara yang berlaku di Pengadilan Agama Sleman adalah hukum acara yang juga berlaku di Pengadilan Umum.
Dwangsom sebagai upaya meminimalisir putusan illusoir, serta bagaimana penerapan dan prosedurnya dalam perkara cerai gugat di Pengailan Agama Sleman, merupakan pokok permasalahan yang Penyusun angkat dalam penelitian ini. Jenis penelitian ini adalah library research, metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif. Kemudian menganalisis data yang terkumpul dengan cara deduktif serta menggunakkan pendekatan Maqasid as-syari'ah. Pemilihan Maqasid asy-Syari'ah ini untuk memahami unsur-unsur hukum positif khususnya hukum perdata formil dan materiil dari segi maslahah.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan dalam perkara cerai gugat di Pengadilan Agama diperbolehkan untuk menerapkan Dwangsom dengan mempertimbangkan kemaslahatan, artinya bila hakim memahami indikasi bahwa Tergugat kemungkinan besar akan melalaikan kewajibannya dalam memenuhi hak-hak Penggugat, maka seyogyanya dan ada baiknya menerapkan dwangsom dalam gugatan dan putusan hakim, lebih-lebih apabila penerapan tersebut dengan tujuan kemaslahatan. Memahami indikasi-indikasi di atas dapat hakim peroleh dari proses mediasi dan pemeriksaan perkara di persidangan. Namun demikian, dwangsom dalam perkara cerai gugat hanya dapat diterapkan dalam perkara cerai gugat yang sifat gugatannya kumulatif, dan satu hal yang harus diperhatikan bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1346k / Pdt / 1991 dengan kaidah hukum bahwa putusan atau amar mengenai dwangsom atau uang paksa harus ditiadakan oleh pelaksanaan eksekusi dapat dilaksanakan secra eksekusi riil, dengan demikian dwangsom tidak dapat dijatuhkan bersamaan dengan pembayaran sejumlah uang,karena dalam penyerahan sejumlah uang dapat dilakukan dengan eksekusi riil atau sita jaminan. Prosedur dan penerapan serta eksekusi dwangsom dalam Pengadilan Agama Sleman sama halnya dengan prosedur dwangsom di lingkungan Pengadilam Umum, karena pada dasarnya hukum acara yang berlaku di Pengadilan Agama Sleman adalah hukum acara yang juga berlaku di Pengadilan Umum.
Copyrights : Copyright
(c) 2010 by Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Verbatim copying and distribution of this entire article is permitted by
author in any medium, provided this notice is preserved.
0 komentar:
Post a Comment
Komentar