Wednesday, May 30, 2012

Agama Sebagai Basis Kehidupan Masyarakat


Dengan menyebut Pancasila sebagai dasar Negara, di mana sila pertama berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, maka rasanya bangsa ini secara jelas dan tegas telah memposisikan agama pada tempat yang sangat strategis dalam membangun bangsa ini. Terkait dengan itu, negeri ini telah memiliki sebuah departemen yang khusus mengatur dan melayani persoalan yang terkait dengan kehidupan agama, yaitu Departemen Agama. Sementara ini ada lima agama yang diakui syah hidup di negeri yang berdasar atas Pancasila dan UUD 1945, yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Akhir-akhir ini Kong Hu Cu, juga diakomodasi keberadaan dan pertumbuhannya. 

Bahkan sesungguhnya, sila-sila selanjutnya dari Pancasila, memuat ajaran yang sangat erat dengan ajaran masing-masing agama. Semua agama juga mengajarkan tentang kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan juga keadilan. Kiranya tidak ada perbedaan pandangan di antara berbagai agama tersebut mengenai betapa pentingnya nilai-nilai tersebut seharusnya dikembangkan dalam kehidupan bersama. Jika pun ada perbedaan, maka perbedaan itu sebatas pada teknis implementasinya. Misalnya tentang keadilan, Islam misalnya memiliki konsep yang berbeda dengan agama lain. Islam dalam membangun keadilan, melalui paradigma kesetaraan dalam melihat setiap manusia. Manusia dilihat berposisi dan berderajad sama, menurut Islam. Jika kemudian terdapat perbedaan, maka perbedaan itu hanya semata-mata terkait dengan tingkat keimanan dan keilmuan yang disandang. 

Jika sampai di sini bisa dipahami dan disepakati, maka tatkala bangsa ini ingin membangun dirinya menuju cita-cita yang dikehendaki yaitu masyarakat yang makmur, sejahtera, adil dan damai maka pertanyaannya, mengapa tidak kembali melihat isi kitab suci masing-masing agama. Jika agama benar-benar dipandang sebagai petunjuk, pedoman, penjelas tentang kehidupan ini, sehingga sesungguhnya bisa diacu dalam menyelesaikan berbagai problem kehidupan, baik terkait dengan kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan bahkan juga Negara, maka mengapa agama tidak dipercaya hingga dijadikan acuan dalam menyelesaikan berbagai problem kehidupan itu. Sementara ini agama hanya diambil sebatas aspek-aspek yang bersifat veriferal, yaitu hanya digunakan sebagai pedoman ritual dan spiritualnya belaka. 

Memang seringkali muncul wacana bahwa bangsa Indonesia harus mengikuti kehidupan modern, dan selalu memposisikan diri berada di tengah-tengah pertumbuhan kehidupan bangsa lain di dunia. Bangsa Indonesia tidak selayaknya mengisolasikan diri, terpisah dari proses-proses social dalam kehidupan dunia. Apalagi, dengan kemajuan ilmu dan teknologi semakin cepat, dunia semakin terasa sempit, hubungan antar orang, suku, negara dan bangsa menjadi sedemikian dekat. Tetangga kita bukan lagi hanya beberapa orang yang hidup dalam satu RT, RW atau desa, melainkan orang-orang yang memiliki suku, kebangsaan dan bahkan juga benua yang berbeda. 

Terkait dengan itu, satu pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah apakah kita melihat bahwa agama hanya relevan dengan kehidupan zaman dahulu, yakni tatkala ilmu pengetahuan dan teknologi masih jauh belum berkembang. Apakah kita masih mempercayai bahwa agama, karena diturunkan sejak zaman kuno, kemudian hanya relavan dengan kehidupan kuno, yakni di zaman kehidupan para nabi terdahulu. Jika pandangan kita terhadap agama seperti itu, maka memang layak kemudian agama kita tinggalkan dan digantikan dengan ajaran lain yang relevan dengan kehidupan modern. Akan tetapi, apakah kenyataan bahwa agama memang seperti itu. Tentu, jika kita kenali ajaran agama itu secara utuh dan mendalam ternyata tidak demikian. Agama, Islam misalnya selalu relevan dengan perkembangan zaman, kapan dan di manapun. 

Islam, dengan kitab sucinya yaitu al Qur’an dan hadits nabi, selalu relevan dengan segala zaman dan tempat. Al Qur’an menjadi petunjuk kehidupan orang yang berada di zaman dan tempat manapun. Al Qur’an dan hadits Nabi relevan untuk kehidupan orang-orang yang hidup di negeri paling barat dan sebaliknya paling timur. Demikian pula, mereka yang hidup di bagian paling utara dan juga paling selatan, dulu, kini maupun yang akan datang. Islam mengajarkan tentang siapa sesungguhnya pencipta manusia dan jagad raya ini. Islam memberikan petunjuk, Yang Maha Pencipta itu adalah Allah saw. Islam mengajarkan tentang penciptaan, baik penciptaan manusia maupun penciptaan jagad raya ini. Islam menginformasikan secara sempurna tentang siapa sesungguhnya manusia itu. 

Manusia yang diciptakan sebagai makhluk yang terbaik dan tertinggi derajadnya, memiliki akal, qolb, jasad dan jiwa. Islam juga menjelaskan tentang jagad raya ini. Semua ciptaan Allah baik di langit maupun di bumi dijelaskan melalui kitab suci yakni al Qur’an dan hadits nabi. Islam juga memberi petunjuk tentang keselamatan dalam perspektif yang luas dan masa yang panjang, yaitu dunia dan akherat. Agar selamat dan bahagia, Islam mengajarkan konsep iman, islam dan ikhsan. Selain itu Islam memperkenalkan tentang amal sholeh dan akhlakul karimah. Semua itu membawa kehidupan menjadi selamat dunia dan akherat. 

Jika demikian halnya, semestinya Agama yang bersumber kitab suci Al Qur’an dan hadits, selalu dijadikan pedoman, acuan dan sumber ilmu pengetahuan dan tempat bertanya bagi berbagai persoalan hidup ini. Sudah barang tentu, persoalan-persoalan yang bersifat teknis, kitab suci itu tidak menyediakan jawaban. Tetapi, al Qur’an memerintahkan untuk menggunakan indera, pikiran dan hatinya tatkala menyelesaikan sesuatu. Maka, kemudian dikenal dengan ayat-ayat qouliyah, yaitu al Qur’an dan hadits dan selain itu ayat-ayat qauniyah, yaitu hasil-hasil observasi, eksperimen dan penalaran logis. Umat Islam menggunakan dua sumber pengetahuan tersebut sekaligus, yaitu ayat-ayat qouliyah dan ayat-ayat kauniyah. Dengan demikian, jika agama -----Islam bagi yang muslim, sepenuhnya dijadikan pegangan dalam menyelesaikan berbagai persoalan, maka Insya Allah, mereka akan selamat dan mendapatkan kebahagiaan secara nyata. Allahu a’lam.

0 komentar:

Post a Comment

Komentar