Dengan menyebut Pancasila sebagai dasar Negara, di
mana sila pertama berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, maka rasanya bangsa ini
secara jelas dan tegas telah memposisikan agama pada tempat yang sangat
strategis dalam membangun bangsa ini. Terkait dengan itu, negeri ini telah
memiliki sebuah departemen yang khusus mengatur dan melayani persoalan yang
terkait dengan kehidupan agama, yaitu Departemen Agama. Sementara ini ada lima agama yang diakui
syah hidup di negeri yang berdasar atas Pancasila dan UUD 1945, yaitu Islam,
Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Akhir-akhir ini Kong Hu Cu, juga
diakomodasi keberadaan dan pertumbuhannya.
Bahkan sesungguhnya, sila-sila selanjutnya dari Pancasila, memuat ajaran yang
sangat erat dengan ajaran masing-masing agama. Semua agama juga mengajarkan
tentang kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan juga keadilan. Kiranya tidak ada
perbedaan pandangan di antara berbagai agama tersebut mengenai betapa
pentingnya nilai-nilai tersebut seharusnya dikembangkan dalam kehidupan
bersama. Jika pun ada perbedaan, maka perbedaan itu sebatas pada teknis
implementasinya. Misalnya tentang keadilan, Islam misalnya memiliki konsep yang
berbeda dengan agama lain. Islam dalam membangun keadilan, melalui paradigma
kesetaraan dalam melihat setiap manusia. Manusia dilihat berposisi dan
berderajad sama, menurut Islam. Jika kemudian terdapat perbedaan, maka
perbedaan itu hanya semata-mata terkait dengan tingkat keimanan dan keilmuan
yang disandang.
Jika sampai di sini bisa dipahami dan disepakati, maka tatkala bangsa ini ingin
membangun dirinya menuju cita-cita yang dikehendaki yaitu masyarakat yang makmur,
sejahtera, adil dan damai maka pertanyaannya, mengapa tidak kembali melihat isi
kitab suci masing-masing agama. Jika agama benar-benar dipandang sebagai
petunjuk, pedoman, penjelas tentang kehidupan ini, sehingga sesungguhnya bisa
diacu dalam menyelesaikan berbagai problem kehidupan, baik terkait dengan
kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan bahkan juga Negara, maka mengapa
agama tidak dipercaya hingga dijadikan acuan dalam menyelesaikan berbagai
problem kehidupan itu. Sementara ini agama hanya diambil sebatas aspek-aspek
yang bersifat veriferal, yaitu hanya digunakan sebagai pedoman ritual dan
spiritualnya belaka.
Memang seringkali muncul wacana bahwa bangsa Indonesia harus mengikuti kehidupan
modern, dan selalu memposisikan diri berada di tengah-tengah pertumbuhan
kehidupan bangsa lain di dunia. Bangsa Indonesia tidak selayaknya
mengisolasikan diri, terpisah dari proses-proses social dalam kehidupan dunia.
Apalagi, dengan kemajuan ilmu dan teknologi semakin cepat, dunia semakin terasa
sempit, hubungan antar orang, suku, negara dan bangsa menjadi sedemikian dekat.
Tetangga kita bukan lagi hanya beberapa orang yang hidup dalam satu RT, RW atau desa,
melainkan orang-orang yang memiliki suku, kebangsaan dan bahkan juga benua yang
berbeda.
Terkait dengan itu, satu pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah apakah
kita melihat bahwa agama hanya relevan dengan kehidupan zaman dahulu, yakni
tatkala ilmu pengetahuan dan teknologi masih jauh belum berkembang. Apakah kita
masih mempercayai bahwa agama, karena diturunkan sejak zaman kuno, kemudian
hanya relavan dengan kehidupan kuno, yakni di zaman kehidupan para nabi
terdahulu. Jika pandangan kita terhadap agama seperti itu, maka memang layak
kemudian agama kita tinggalkan dan digantikan dengan ajaran lain yang relevan
dengan kehidupan modern. Akan tetapi, apakah kenyataan bahwa agama memang
seperti itu. Tentu, jika kita kenali ajaran agama itu secara utuh dan mendalam
ternyata tidak demikian. Agama, Islam misalnya selalu relevan dengan
perkembangan zaman, kapan dan di manapun.
Islam, dengan kitab sucinya yaitu al Qur’an dan hadits nabi, selalu relevan
dengan segala zaman dan tempat. Al Qur’an menjadi petunjuk kehidupan orang yang
berada di zaman dan tempat manapun. Al Qur’an dan hadits Nabi relevan untuk kehidupan
orang-orang yang hidup di negeri paling barat dan sebaliknya paling timur.
Demikian pula, mereka yang hidup di bagian paling utara dan juga paling
selatan, dulu, kini maupun yang akan datang. Islam mengajarkan tentang siapa
sesungguhnya pencipta manusia dan jagad raya ini. Islam memberikan petunjuk,
Yang Maha Pencipta itu adalah Allah saw. Islam mengajarkan tentang penciptaan,
baik penciptaan manusia maupun penciptaan jagad raya ini. Islam
menginformasikan secara sempurna tentang siapa sesungguhnya manusia itu.
Manusia yang diciptakan sebagai makhluk yang terbaik dan tertinggi derajadnya,
memiliki akal, qolb, jasad dan jiwa. Islam juga menjelaskan tentang jagad raya
ini. Semua ciptaan Allah baik di langit maupun di bumi dijelaskan melalui kitab
suci yakni al Qur’an dan hadits nabi. Islam juga memberi petunjuk tentang
keselamatan dalam perspektif yang luas dan masa yang panjang, yaitu dunia dan
akherat. Agar selamat dan bahagia, Islam mengajarkan konsep iman, islam dan
ikhsan. Selain itu Islam memperkenalkan tentang amal sholeh dan akhlakul
karimah. Semua itu membawa kehidupan menjadi selamat dunia dan akherat.
Jika demikian halnya, semestinya Agama yang bersumber kitab suci Al Qur’an
dan hadits, selalu dijadikan pedoman, acuan dan sumber ilmu pengetahuan dan
tempat bertanya bagi berbagai persoalan hidup ini. Sudah barang tentu,
persoalan-persoalan yang bersifat teknis, kitab suci itu tidak menyediakan
jawaban. Tetapi, al Qur’an memerintahkan untuk menggunakan indera, pikiran dan
hatinya tatkala menyelesaikan sesuatu. Maka, kemudian dikenal dengan ayat-ayat
qouliyah, yaitu al Qur’an dan hadits dan selain itu ayat-ayat qauniyah, yaitu
hasil-hasil observasi, eksperimen dan penalaran logis. Umat Islam menggunakan
dua sumber pengetahuan tersebut sekaligus, yaitu ayat-ayat qouliyah dan
ayat-ayat kauniyah. Dengan demikian, jika agama -----Islam bagi yang muslim,
sepenuhnya dijadikan pegangan dalam menyelesaikan berbagai persoalan, maka
Insya Allah, mereka akan selamat dan mendapatkan kebahagiaan secara nyata.
Allahu a’lam.
0 komentar:
Post a Comment
Komentar